Rabu, 02 Agustus 2017

PI - Kelompok 6 - T.3

INDUSTRIALIASI INDONESIA DAN
PEMBANGUNAN EKONOMI BESERTA OTONOMI DAERAH

Description: C:\Users\Asus\Documents\GUNADARMA\Logo Gunadarma.jpg

Disusun Oleh:
Kelas : 1EB17
Kelompok 6

1.   Nurul Utami                          25216639
2.   Ratih Rahmawati                 26216098
3.   Rifa Hana Zaimah                26216366
4.   Reza Adliansyah                 26216248
5.   Riyan Setiawan                    26216525


PROGRAM STUDI PEREKONOMIAN INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017/2018

Pendahuluan


1.    Industrialisasi di Indonesia
Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.
1.1.      Konsep & Tujuan Industrialisasi
Awal konsep industrialisasi revolusi industry abad 18 di Inggris adalah dalam pemintaan dan produksi kapas yang menciptakan spesialisasi produksi. Selanjutnya penemuan baru pada pengolahan besi dan mesin uap sehingga mendorong inovasi baja, dan begitu seterusnya. Inovasi-inovasi baru terus bermunculan. Industri merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi.
Menurut klasifikasi Jean Fourastie, sebuah ekonomi terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari produksi komoditas (pertanian, peternakan, ekploitasi sumber daya mineral). Bagian kedua proses produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai industri layanan. Proses Industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua yang kegiatan ekonominya didominasi oleh kegiatan bagian pertama.
Revolusi Industri pertama terjadi pada pertengahan abad ke 18 sampai awal abad ke 19 di daerah Eropa Barat, Amerika Utara, dimulai pertama kali di Inggris. Revolusi Industri kedua terjadi pada pertengahan abad ke 19 setelah penemuan mesin uap, listrik, mesin pembakaran dalam (tenaga fosil) dan pembangunan kanal kanal, rel kereta api sampai ke tiang listrik.
Tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara. Didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dengan industrialisasi ini. Maka negara berkembang yang mampu memanfaatkannya dengan baik, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
a.    Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
b.    Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
c.    Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
d.    Mendukung perkembangan sector infrastruktur.
e.    Meningkatkan kemampuan teknologi.
f.     Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
g.    Meningkatkan penyebaran industri.

1.2.      Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi
Faktor-faktor pendorong industrialisasi itu sendiri adalah sebagai berikut.
a.    Kemampuan teknologi dan inovasi.
b.    Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita.
c.    Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Suatu Negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri-industri primer atau hulu seperti besi dan baja, semen, petrokimia, dan industri-industri tengah (Antara hulu dan hilir), seperti industri barang modal (mesin) dan alat-alat produksi yang relatif kuatakan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan Negara yang hanya memiliki industri-industri hilir atau ringan.
d.    Besarnya Pasar dalam Negeri yang Ditentukan Oleh Kombinasi Antara Jumlah Populasi dan Tingkat PN Riil Per Kapita. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang merupakan salah satu faktor perangsang bagi pertumbuhan kegiatan-kegaiatan ekonomi, termasuk industri, karena pasar yang besar menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi(dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung). Jika pasar domestic kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu” nya untuk mencapai produksi optimal.
e.    Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan sektor industri, dan insentif yang diberikan, termasuk insentif kepada investor.
f.     Keberadaan SDA (sumber daya alam). Ada kecenderungan bahwa Negara-negara yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif lebih rendah, dan Negara tersebut cenderung tidak atau terlembat melakukan industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkan Negara-negara yang miskin SDA.
g.    Kebijakan atau strategi pemerintah.

Secara garis besar, berikut adalah faktor pembangkit industrialisasi di Indonesia.
a.    Struktur Organisasi; dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor. Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.
b.    Ideologi; perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids.
c.    Kepemimpinan; pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri

1.3.      Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Indonesia
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat.
Untuk memberdayakan ekonomi rakyat, pemerintah dapat mengarahkan langkah strategis di bidang perindustrian dengan mengembangkan industri-industri rakyat yang terkait dengan industry besar. Industri-industri kecil dan menengah yang kuat menjadi tulang punggung industry nasional. Dalam realisasinya, proses industrialilasinya harus mengarah ke daerah pedesaan dengan memanfaatkan potensi setempat yang umumnya agro industri. Di sinilah perlunya, penguasaan teknologi tepat guna
Namun dalam proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industry berskala besar yang mengambil lahan-lahan subur, merusak lingkungan, menguras sumber daya alam dan mendatangkan tenaga kerja dari luar.
Bangkitnya konsep ekonomi kerakyatan memang menuntut ketersediaan teknologi tepat guna yang sifatnya sederhana, handal, dan tidak capital intensif. Teknologi ini diharapkan mampu memberdayakan banyak usaha/industri kecil dan menengah serta koperasi untuk ikut ambil bagian dalam proses ekonomi produktif. Sebagai perbandingan, di RRC dan India, teknologi tepat guna secara ekstensif digunakan untuk mengolah hasil-hasil pertanian. Di Indonesia juga membutuhkan pemanfaatan serupa. Produk-produk agrobisnis; pertanian dan perkebunan diyakini membutuhkan teknologi tepat guna agar dapat diproses oleh usaha/industry kecil dan menengah.
Ada dua manfaat sekaligus yang dapat dipetik dalam pengembangan teknologi tepat guna. Pertama, industri teknologi tepat guna tumbuh, masyarakat menguasai seni membuat produk teknologi tepat guna. Budaya teknologi, pada gilirannya, tumbuh dan melekat pada sebagian masyarakat. Ini penting guna menjadi pijakan saat bangsa tersebut ingin melangkah menjadi bangsa yang berteknologi canggih. Kedua, kecakapan membuat teknologi tepat guna menghasilkan penguasaan proses produksi selain produk yang unggul dikelasnya. Selain bisa memenuhi kebutuhan sendiri, produk ini laku sebagai komoditas ekspor.
Sector industry diyakini sebagai sector yang dapat memimpin sector-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sector lain. Hal ini disebabkan karena sector industry memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis (produsen, penyalur, pedagang, dan investor) lebih suka berkecimpung dalam bidang industry karena sector ini memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Berusaha dalam bidang industry dan berniaga hasil-hasil industry juga lebih diminati karena proses produksi serta penanganan produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia, tidak terlalu bergantung pada alam semisal musim atau keadaan cuaca.
1.4.      Permasalahan Industrialisasi
Kendala bagi pertumbuhan industri di dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri. Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95% dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67%. Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun
Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community.
Agar siap menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh diabaikan
1.5.      Strategi Pembangunan Sektor Industri
Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan, yakni:
a.    Pendekatan top-down, yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.
b.    Pendekatan bottom-up, yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Strategi industrialisasi
1)      Strategi Subtitusi Impor
·         Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
·         Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
·         Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor

Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a.    SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b.    Potensi permintaan dalam negeri memadai
c.    Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d.    Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e.    Dapat mengurangi ketergantungan impor

2)    Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
·         Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
·         Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
·         Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
·         Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi




3)    Strategi Promosi Ekspor
Ø  Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
Ø  Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
Ø  Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang   dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
Ø  Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

4)    Kebijakan industrialisasi
ü  Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
ü  Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan       kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN.




























2.    Pembangunan Ekonomi Daerah & Otonomi Daerah
2.1.    Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.    Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; 
2.    Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.

Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan beberapa dasar pertimbangan :
1.    Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim
2.    Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif
3.    Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.    Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah
2.    Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.    Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju

Aturan Perundang-Undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.    Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
2.    Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3.    Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4.    Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5.    Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
2.2.    Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).

Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumber daya yang ada harus memperkirakan potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).

Ada beberapa indikator untuk menganalisis derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi antar provinsi, yaitu produk domestik regional bruto (PDRB) per provinsi dalam pembentukan PDB nasional, PDRB atau pengeluaran konsumsi rumah tangga rata-rata per kapita, indeks pembangunan manusia (IPM), kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB, dan tingkat kemiskinan.

2.3.    Faktor-faktor Penyebab ketimpangan
Berikut beberapa faktor utama penyebab terjadinya ketimpangn pembangunan ekonomi dalam satu wilayah Negara :
·         Konsentrasi Kegiatan ekonomi, Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
·         Alokasi InvestasiIndikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN).
·         Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah , Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas). 
·         Perbedaan SDA antar Provinsi , Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya sampai dengan tingkat tertentu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan.

·         Perbedaan Kondisi Demografis antar ProvinsiKondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda.

·         Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi , Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi.

2.4.    Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Pada masa pemerintahan orde baru, pembangunan di Indonesia bagian timur terlihat tidak seimbang dengan Indonesia bagian barat meskipun laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun terbilang tinggi. Tahun 2001 adalah tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan serentak ke seluruh wilayah Indonesia. Harapan dari pelaksanaan ini adalah supaya dapat mendorong proses pembangunan di Indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding masa orde baru. Namun, tidak lah mudah dalam melakukan berbagai proses pembangunan. Pembangunan ini masih terlalu berat memfokuskan diri kepada investasi untuk menghasilkan ekonomi yang tinggi sebagai biaya, padahal harus lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pelaksanaanya yang pasti. Meski begitu, pemerintah tetap berusaha untuk menyeimbangkan proses pembangunan terutama untuk Indonesia bagian timur.

2.5.    Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori basis ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industri.
1.    Teori pembangunan ekonomi daerah
a.    Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b.    Teori lokasi
Teori lokasi digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
c.    Teori daya tarik industry
Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis – jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.

2.    Model analisis pembangunan daerah
Beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative ekonomi suatu daerah;
a.    Analisis SS
Dengan pendekatan analisis ini ,dapat di analisis kinerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar ( nasional).
b.    Location Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sector di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya adalah perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sampai di tingkat yang sama.
c.    Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.
d.    Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AS dan AD.













DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar